Saya orang yang sangat mengandalkan feeling. Pertama kali bertemu dengan seseorang, biasanya saya menyerahkan sepenuhnya kepada feeling saya untuk menilai apakah saya bisa berteman dengan orang itu atau tidak. Jika feeling saya tidak enak, sekeras apapun usaha saya untuk menjalin hubungan pertemanan dengan orang yang dimaksud, tidak akan pernah berhasil. Dan berdasarkan pengalaman, kalau sudah demikian biasanya orang tersebut bukanlah orang yang baik, paling tidak menurut penilaian saya pribadi. Sebaliknya, kalau feeling saya itu baik-baik saja, saya bisa dengan sangat mudah menjadi dekat dengan orang itu tanpa saya sadari. Jadi, kalau feeling saya sudah berbicara, saya enggan tidak menghiraukannya.
Saya tidak suka perkenalan sepintas lalu. Bagi saya, kalau memang mau berteman, ya bertemanlah hingga batas terakhir sebuah pertemanan. Tidak setengah-setengah. Tidak basa-basi. Ibaratnya, kalau saya ketemu dengan satu ember air, saya tidak hanya ingin cuci tangan atau cuci kaki saja, tapi juga ingin segera mandi. Membasuh tubuh saya dengan air yang ada. Begitu pula kalau saya bertemu dengan seseorang, kalau menurut feeling saya baik-baik saja. Maka saya tidak segan untuk mencari tahu sedalam-dalamnya tentang orang tersebut.
Karena itulah, sebenarnya saya paling tidak suka kalau harus berbasa-basi dengan orang di sebuat tempat umum. Misalnya, saat mengantri tiket, saat mengantri ke dokter, mengantri tes penerimaan karyawan untuk sebuah perusahaan. Sebab bagi saya kebanyakan itu hanyalah pertemanan semu semata. Hanya karena kebutuhan kita saat itu saja. Begitu situasinya sudah berbeda, perkenalan itu pun tinggal menjadi kenangan.
Saya adalah tipe orang yang punya batas-batas dalam lingkaran pertemanan. Ibaratnya saya sebagai titik pusatnya, lingkaran yang pertama berisi orang-orang yang paling dekat dengan saya dan terlibat secara emosi. Lingkaran kedua berisi orang-orang yang saya kenal baik, namun tidak melibatkan emosi atau perasaan. Lingkaran ketiga berisi orang-orang yang saya kenal biasa-biasa saja. Dan begitu seterusnya. Singkat kata, semakin orang itu dekat dengan saya atau semakin kecil lingkarannya maka keberadaannya akan semakin berarti dalam hidup saya.
Banyak orang memulai hubungan pacaran dari hubungan pertemanan. Bagi saya, hal tersebut sungguh sulit. Sekali saya sudah menganggap orang tersebut sebagai teman apalagi teman dekat, hampir sangat tidak mungkin meningkat menjadi pacar. Teman adalah teman. Sampai kapanpun akan menjadi teman. Kalau saya memang berniat menjalin hubungan pacaran dengan orang itu, maka sedari awal saya tidak akan menganggap dia sebagai teman yang benar-benar teman. Dari awal saya akan menganggap dia sebagai calon pacar yang notabene akan berbeda dengan teman. Segimananyapun saya dekat dengan teman saya, bahkan ekstrimnya hingga tidur berdampingan, saya tidak akan bisa punya perasaan selain sayang saya terhadap teman. Untuk hal ini, saya mempunyai batas-batas yang sangat jelas di dalam hati saya.
Sejujurnya sudah beberapa kali saya berusaha mematahkan hal ini, sebab saya tidak ingin dibilang hanya terkena sugesti semata, tapi tetap saja tidak berhasil. Hati saya sudah memutuskan apa yang ingin dia lakukan terhadap orang-orang yang berada di dalamnya. Dan saya sedikitpun tidak bisa melakukan apa-apa.
Saya juga adalah tipe orang yang paling tidak suka jika hubungan pertemanan itu menjauh apalagi berakhir. Sekali menjadi orang yang istimewa di dalam hati dan hidup saya, maka akan selamanya seperti itu. Tidak ada hal apapun yang bisa mengubah arti dari dia yang pernah hadir dalam hidup saya.
Jangan mencinta
7 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar