24 Juni 2009

racauan malam..

Saya terbangun di tengah malam. Tanpa keinginan memejamkan mata, tanpa keinginan melelapkan tubuh dan hati. Hanya ingin diam berdampingan dengan sepi dan kolam yang memancurkan air di depan kamar kost saya.
Malam ini beraura tidak biasa. Entahlah. Kadang-kadang saya kesulitan menerjemahkan rasa yang ditemukan oleh indera saya yang satu ini. Iya, hati. Apalagi kalau bukan itu. Indera yang tidak memiliki satuan. Tidak memiliki alat ukur. Namun bisa sangat hebat menampung berbagai gejolak rasa yang tercipta.

Seperti hari ini. Disaat yang terasa jelas di hati justru ketidakjelasan rasa itu sendiri. Tak terdefinisikan dengan baik. Bahkan saat saya coba menuliskannya disini, mungkin malah jadinya tidak tergambarkan sama sekali. Yah, tak ada salahnya berusaha bukan?!

Seharian ini saya terundung oleh rasa kuatir yang begitu besar. Rasa yang tidak enak. Keduanya membuat saya tidak mood menjalani hari apalagi bekerja di kantor. Sungguh bukan obat yang tepat. Tapi sekali kewajiban itu ada, akan menjadi tanggungjawabmu dan bergelayut terus hingga kau selesai menunaikannya. Begitu pemahaman saya. Maka dengan setengah malas yang tersisa, saya menyelesaikan semua pekerjaan yang perlu diselesaikan hari ini.
Tadinya saya berpikir, mungkin ini bawaan PMS (Pre Menstruation Syndrome) yang bisa-bisanya mulai datang 2minggu sebelum hari H. Atau kekuatiran yang tidak beralasan juga berlebihan. Atau saya saja yang sedang sensitif ditambah dengan flu batuk pilek yang tak kunjung sembuh. Tapi malam tadi terjawab sudah.

Seseorang yang dekat dengan saya mengalami kecelakaan. Yah, walau tidak semenyeramkan seperti berita di televisi. Tetapi dua buah jenis kendaraan yang berbeda berciuman di jalan tentu bukan sesuatu yang baik, bukan?
Syukurlah tidak terjadi sesuatu yang lebih mengkuatirkan dari ini. Walaupun beberapa hari ini pasti akan diributkan oleh urusan ini dan itu, paling tidak seseorang yang dekat dengan saya, baik-baik saja.

Buat kamu. Iyah, kamu yang seringkali meweweti saya agar selalu hati-hati. Tidak bengong saat menyetir mobil. Tidak cuek dengan apa yang dirasa hati.
Tolong sampaikan wewetmu ini ke dirimu sendiri yah?! Oiya, satu lagi. Saya pesan egois hanya 5, jangan kamu beri saya 10. Itu terlalu banyak.
Tolong sampaikan pada dirimu juga, terimacinta sudah mendengarkan. Kalau masih juga tidak didengarkan, jangan sungkan bilang sama saya yah?! Biar saya urus lebih lanjut. :)

Pelajaran hari ini, dengarkan apa yang dirasakan orang lain. Karena kamu tidak pernah tahu.

22 Juni 2009

sudah lama..

Sudah lama saya tidak menulis.
Sudah lama saya tidak membuat prakarya.
Sudah lama saya tidak punya aquarium.
Sudah lama saya tidak main gitar.
Sudah lama saya tidak pergi pakai baju warna merah.
Sudah lama saya tidak nonton film kartun lucu.
Sudah lama saya tidak lari pagi.
Sudah lama saya tidak berambut pendek.
Sudah lama saya tidak pergi ke salon.
Sudah lama saya menunggu.

07 Juni 2009

i'm giving up, good bye

Pagi tadi saya menyadari satu hal, bahwa ada orang yang tidak bisa berhubungan lagi dengan mantan pacarnya meskipun itu hanya sebatas pertemanan biasa.
Mungkin sudah lama seharusnya saya menerima hal ini, sebab terus terang sudah sejak lama pula saya menyadarinya. Yah paling tidak, sudah seharusnya mengetahui keberadaannya. Namun saya masih belum bisa menerimanya dan masih memaksakan kehendak saya untuk bisa berteman dengan sang mantan pacar.

Sudah pernah saya bilang kalau saya paling tidak suka jika sebuah hubungan pertemanan itu berakhir, apalagi hanya karena sudah tidak lagi berpacaran. Sebelum pagi tadi, saya tidak menerima alasan apapun yang mendukung bahwa setelah putus maka tidak lagi bisa berteman biasa. Sebab secara hati saya pribadi, saya bisa menerima kondisi itu dan sangat bisa berteman dengan mantan pacar tanpa melibatkan cinta yang dulu. Saya bisa membatasi apa yang saya rasa. Saya punya tempat-tempat tersendiri bagi masing-masing orang penting yang hadir dalam hidup saya.

Tapi sekali lagi, tidak setiap orang seperti saya. Tidak semua hal bisa saya paksa berjalan sesuai dengan kehendak saya.

Pagi tadi saya menyadari satu hal, mantan pacar tidak ingin berhubungan lagi dengan saya karena mungkin dia tidak seperti saya. Mungkin dia tidak bisa membatasi perasaannya. Mungkin dia tidak memiliki kantung-kantung penyimpan rasa di dalam hati seperti saya. Mungkin dia tidak ingin menyuburkan rasa untuk saya yang mungkin pernah dirinya punya. Mungkin dia hanya ingin menyudahi semuanya dan menjadikannya itu kenangan. Sebab mungkin dengan melihat saya atau berhubungan dengan saya, semua kenangan itu akan bangkit dan mengganggu hidupnya yang sekarang. Mungkin dia hanya ingin menjalani hidupnya bersama mereka yang dia cintai kini.

Baiklah.
Kali ini saya menyerah. Saya hargai keputusan dia. Saya akan biarkan keinginan saya untuk berteman dengannya menetap di tempatnya sendiri. Saya akan diam. Saya hanya akan melihatmu dari sini. Dari tempat yang dia tahu betul letaknya dimana.

Congratulation to your new baby birth. I wish i could tell this thing straight, but again, i've just realized something this morning. I will literally let you go now. No more hopes. No more desires. You can live your own life without me bugging you with lots of question and demand. I guess this is the right time for me to say good bye. See you in another life that may exist someday.
Anyway, really happy seeing you happy with your family.
Hope the baby can turn into a great baby, kid until someday he becomes a great man just like his father.
Last but least, i love you. Once was very much but now only in a form which is care about you alot. Good bye. Save a kiss for the baby, will you? :D

tentang ayu 1

Saya orang yang sangat mengandalkan feeling. Pertama kali bertemu dengan seseorang, biasanya saya menyerahkan sepenuhnya kepada feeling saya untuk menilai apakah saya bisa berteman dengan orang itu atau tidak. Jika feeling saya tidak enak, sekeras apapun usaha saya untuk menjalin hubungan pertemanan dengan orang yang dimaksud, tidak akan pernah berhasil. Dan berdasarkan pengalaman, kalau sudah demikian biasanya orang tersebut bukanlah orang yang baik, paling tidak menurut penilaian saya pribadi. Sebaliknya, kalau feeling saya itu baik-baik saja, saya bisa dengan sangat mudah menjadi dekat dengan orang itu tanpa saya sadari. Jadi, kalau feeling saya sudah berbicara, saya enggan tidak menghiraukannya.

Saya tidak suka perkenalan sepintas lalu. Bagi saya, kalau memang mau berteman, ya bertemanlah hingga batas terakhir sebuah pertemanan. Tidak setengah-setengah. Tidak basa-basi. Ibaratnya, kalau saya ketemu dengan satu ember air, saya tidak hanya ingin cuci tangan atau cuci kaki saja, tapi juga ingin segera mandi. Membasuh tubuh saya dengan air yang ada. Begitu pula kalau saya bertemu dengan seseorang, kalau menurut feeling saya baik-baik saja. Maka saya tidak segan untuk mencari tahu sedalam-dalamnya tentang orang tersebut.
Karena itulah, sebenarnya saya paling tidak suka kalau harus berbasa-basi dengan orang di sebuat tempat umum. Misalnya, saat mengantri tiket, saat mengantri ke dokter, mengantri tes penerimaan karyawan untuk sebuah perusahaan. Sebab bagi saya kebanyakan itu hanyalah pertemanan semu semata. Hanya karena kebutuhan kita saat itu saja. Begitu situasinya sudah berbeda, perkenalan itu pun tinggal menjadi kenangan.

Saya adalah tipe orang yang punya batas-batas dalam lingkaran pertemanan. Ibaratnya saya sebagai titik pusatnya, lingkaran yang pertama berisi orang-orang yang paling dekat dengan saya dan terlibat secara emosi. Lingkaran kedua berisi orang-orang yang saya kenal baik, namun tidak melibatkan emosi atau perasaan. Lingkaran ketiga berisi orang-orang yang saya kenal biasa-biasa saja. Dan begitu seterusnya. Singkat kata, semakin orang itu dekat dengan saya atau semakin kecil lingkarannya maka keberadaannya akan semakin berarti dalam hidup saya.

Banyak orang memulai hubungan pacaran dari hubungan pertemanan. Bagi saya, hal tersebut sungguh sulit. Sekali saya sudah menganggap orang tersebut sebagai teman apalagi teman dekat, hampir sangat tidak mungkin meningkat menjadi pacar. Teman adalah teman. Sampai kapanpun akan menjadi teman. Kalau saya memang berniat menjalin hubungan pacaran dengan orang itu, maka sedari awal saya tidak akan menganggap dia sebagai teman yang benar-benar teman. Dari awal saya akan menganggap dia sebagai calon pacar yang notabene akan berbeda dengan teman. Segimananyapun saya dekat dengan teman saya, bahkan ekstrimnya hingga tidur berdampingan, saya tidak akan bisa punya perasaan selain sayang saya terhadap teman. Untuk hal ini, saya mempunyai batas-batas yang sangat jelas di dalam hati saya.
Sejujurnya sudah beberapa kali saya berusaha mematahkan hal ini, sebab saya tidak ingin dibilang hanya terkena sugesti semata, tapi tetap saja tidak berhasil. Hati saya sudah memutuskan apa yang ingin dia lakukan terhadap orang-orang yang berada di dalamnya. Dan saya sedikitpun tidak bisa melakukan apa-apa.

Saya juga adalah tipe orang yang paling tidak suka jika hubungan pertemanan itu menjauh apalagi berakhir. Sekali menjadi orang yang istimewa di dalam hati dan hidup saya, maka akan selamanya seperti itu. Tidak ada hal apapun yang bisa mengubah arti dari dia yang pernah hadir dalam hidup saya.

04 Juni 2009

tentang wanita

Saya mendapatkan tulisan ini dari forward-an email yang biasa saya dapat dari teman saya. Isinya cukup membuat saya berpikir, apakah saya seperti ini juga yah.. He5. Maybe just a little yah. Or a little that isn't. Ha5.
Coba deh, kalian para wanita baca tulisan di bawah ini. Pasti bikin senyum2 sendiri deh. Dijamin.
Selamat membaca.

---------



Ini adalah kisah Budi dan Ani, tipikal pasangan orang Sunda yang lagi
pacaran dimana sang pria mendapat panggilan sayang 'Aa', sementara sang
wanita dipanggil 'Neng'.


Satu bulan pertama, bagi Budi dan Ani, adalah surga. Dunia terasa indah
dan damai.Mendekati 9 bulan pacaran, drama pun dimulai.


1. Cemburu
Ani menatap Budi dengan tajam. Kedua tangannya melipat
defensif,menunjukkan sikap penuh permusuhan. Budi sedang mengonsumsi dosis
harian: menerima semprotan Ani. Satu isu kecil dapat berubah menjadi
letusan gunung.
"Kenapa semalem Neng nelepon gak Aa' bales?"
"Geulis (cantik)?, soalnya Aa' semalem baru pulang jam 2."
"Ngapain aja?" Mata Ani semakin tajam , membuat Budi merasa seperti
imigran gelap yang sedang diinterogasi petugas imigrasi.
"Aa'... Aa' semalem kan siaran"
" Kan sampe jam dua belas?"
"Abis itu, mengantarkan pulang Risa."
Kesalahan terbesar kebanyakan pria adalah kejujuran.
"Enak amat yah jadi Risa. Dianter kamu pulang malem-malem. Padahal kan dia
bukan pacar kamu."
Matanya semakin hostile.
Budi menggaruk-garuk kepalanya.
Dia mulai mengerti maksud omongan Ani.
Sudah saatnya wanita bersikap mandiri dan mampu pulang sendiri ke rumahnya
di tengah malam melewati gang-gang penuh preman, maling pemerkosa. Belum
lagi resiko dicabik-cabik anjing liar dan gila.
Di tahap ini, pembantu Ani yang berprofesi ganda sebagai pengamat Sinetron
Indonesia secara transparan berpura-pura tidak menguping pertengkaran.
"Daerah rumah dia kan Cikaso. Gak aman."
"Suruh dia pindah rumah dong. Biar kamu gak perlu anter-anter! " ujar Ani
sambil mengabaikan beberapa faktor kecil seperti:
a. Bahwa mencari rumah baru sulit
b. Harga rumah mahal
"Neng kenapa sih mesti cemburu?"
"Cemburu? Neng nggak cemburu. Siapa yang cemburu? Apakah Neng terdengar
seperti orang yang cemburu? Menurut kamu ini cemburu? Menurut kamu Neng
cemburuan? Nggak!" dengan desibel yang meningkat 8 kali dari level normal
dengan dahi berkerut.


2. Dominasi
Ini adalah agenda keseharian Budi.Pagi - Antar Ani ke kampusnya. Siang -
Mendatangi Ani di kampusnya, makan siang bersama. Sore - Menjemput Ani
dari kampus. Malam - Menelpon Ani. Budi mulai jengah dengan aktivitas yang
menuntut mobilisasi tinggi ini. Dia mengusulkan agar Ani juga pro-aktif
untuk pergi ke kampus Budi sesekali dan mengurangi frekuensi pertemuan.
"Neng, kalo kayak gini terus, Aa' bisa cacat permanen dan jatuh miskin."
"Katanya sayang?"
"Gak mesti tiap hari kan ketemuan?"
"Kan kangen A'."
"Kalo Neng kangen, ya Neng juga dong sekali-kali pergi ke kampus Aa'."
"Nggak. Aa' aja yang ke kampus Neng."
"Ntar Aa' kecapekan."
"Kalo sebaliknya, Neng dong yang kecapekan."
"AAAARRRGGGHHHHHHH"


3. Sensitifitas
"Neng keliatan gendut gak sih Aa'?"
"Nggak."
"Liat dong ke Neng kalo bicara."
"Oke."
"Gendut ah."
"Nggak kok sayang."
"Gendut."
"Ya mungkin sedikit perlu fitness kali ya?"
"JADI MENURUT AA', NENG GENDUT? TEGA!"
"Loh?"
"Apa liat-liat?"
"Tadi katanya disuruh liat."
"Liatin saya gendut?"
"Aa' minta obat tidur...4 butir...please. "
"Buat?"
"Bunuh diri."
"Kenapa mau bunuh diri? Malu yah punya pacar gendut?"
"ARRRGGGHHHHH! !!"


4. Drama-drama- drama
"Halo?"
"Halo? Aa' ya?"
"Iya sayang, Neng, Aa' gak bisa ke rumah malem ini gak apa-apa ya?"
"Kenapa?"
"Aa' mau pergi sama temen-temen. Bimo ulang tahun dan mau nraktir makan."
"Nggak. Aa' ke sini sekarang juga."
"Tapi Neng, semua anak-anak pada ikutan."
"Jadi Aa' lebih seneng bergaul sama temen-temen Aa' daripada sama Neng?"
"Bukan gitu, ketemu kamu kan udah tiap hari. Bimo ulang tahun kan cuman
sekali setahun."
"Bilang aja lebih sayang Bimo ketimbang sama Neng."
"Nggak kok, kamuh gak nangkep nih esensinya."
"Saya cuman sapi gila yang kamu gandeng kemana-mana. .ya, kan ?"
"Sapi sih nggak ya.."
"Hu hu hu.. udah gak ada yang sayang lagi sama Neng di dunia ini.."
"Ehm...cup cup sayang...duh, bageur..."
"Neng mending mati aja sekalian... giles aja Neng sekalian sama truk ayam,
A'."
"Aduh Neng, ini bukan masalah yang besar kok, cuman semalem aja."
"Kalo bukan masalah yang besar berarti Aa' bisa ke sini, kan ?"


5. Teman
"Saya gak suka sama sahabat-sahabat kamu. Yang satu bau. Yang satu logat
Sumateranya nyeremin, dan yang paling Neng gak suka,... yang paling deket
sama kamu itu... tukang maenin cewek!"


6. Makna ganda
Ketika berjalan-jalan di shopping mall dengan Ani, Budi mulai menyadari
perkataan Doni dulu bahwa terkadang wanita bisa menjadi makhluk yang
kompleks. Minggu depan adalah ulang tahun Ani.
"Ih, bagus yah sepatu ini," ujar Ani menatap sepasang sepatu.
"Kamu mau Aa' beliin ini untuk ulang tahun kamu?"
"Nggak lah... nggak usah."
"...Oke..." Budi melanjutkan jalan-jalannya, meninggalkan Ani yang masih
berdiri di depan etalase sepatu.
"Kok segitu aja?"
"???"
"Paksa dong bujuk Neng supaya mau."
"Kamu tadi baru bilang bahwa kamu nggak mau."
"Iya, tapi bukan berarti saya gak mau, kan ?"
"Jadi kalo kamu bilang gak mau, itu artinya kamu mau?"
"Belum tentu juga."
"Kalo kamu bilang mau, itu artinya kamu gak mau?"
"Belum tentu juga."
Budi cuma bisa garuk-garuk